Tuntutan itu juga tidak akan memberikan efek jera bagi pelaku penyuapan di Indonesia. ”Anda lihat, semestinya tersangka dipakaikan kostum tahanan, bukan malah berdandan. Selama ini perlakuan terhadap tersangka kadang sangat tidak memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat,” kata Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Denny Indrayana saat dihubungi SINDO kemarin.
Masa hukuman yang relatif pendek dan perlakuan khusus di dalam tahanan merupakan salah satu bentuk ketidakadilan. Karena itu Denny melihat semestinya sistem hukuman dibenahi agar memberikan efek jera bagi pelaku. Anggota Komisi III DPR Akil Muchtar juga berpendapat tuntutan lima tahun penjara bagi Artalyta sangat jauh dari rasa keadilan.
Alasannya, tindakan Artalyta telah berdampak luar biasa bagi lembaga penegak hukum. ”Apa yang dia lakukan bisa mengguncangkan sendi-sendi aparat penegak hukum dan menggoyangkan Gedung Bundar. Bahkan, pejabat terasnya berguguran karena dicopot,” ungkapnya.
Selain itu,pemberantasan korupsi yang dimotori KPK harus bisa membuat jera setiap orang yang dengan sengaja berusaha merusak aparat dan tatanan hukum. ”Nah,ini terlihat dalam kasus Artalyta,”bebernya. Dia berharap hakim memberikanhukumanberatdalam putusan nanti. Demi rasa keadilan, bisa saja hakim memberikan hukuman lebih berat dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
”Hukuman yang berat juga memberikan dampak psikologis bagi orang-orang yang mencoba bermain dengan korupsi dan penyuapan,”tegas-nya. Terdakwa kasus suap Artalyta Suryani kemarin dituntut lima tahun penjara oleh JPU di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Artalyta juga didenda sebesar Rp250 juta dengan subsider pidana kurungan pengganti lima bulan.
”Artalyta Suryani telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 5 ayat (i) huruf b UU No 31/99 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang perubahan atas UU No 31/99 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,” kata Ketua Tim JPU Sarjono Turin dalam sidang dakwaan primer di Pengadilan Tipikor, Jakarta,kemarin.
Sarjono mengungkapkan, terdakwa terbukti secara nyata sering berkomunikasi dengan debitor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) II Sjamsul Nursalim. Wanita yang sering dipanggil Ayin ini sering pula melakukan kontak dengan petinggi kejaksaan. ”Artalyta terbukti telah berkomunikasi per telepon dan melakukan pertemuan dengan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kemas Yahya Rahman,Direktur Penyidikan Kejagung M Salim, dan Ketua Tim Jaksa Penyelidik Kasus BLBI Urip Tri Gunawan untuk kepentingan Sjamsul Nursalim,” ungkapnya.
Ayin juga dinilai jaksa telah terbukti menyuap tersangka Urip untuk memperoleh informasi perkembangan hasil penyelidikan kasus BLBI II. Terdakwa terbukti meminta bantuan Urip supaya pemegang saham dan pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim tidak datang dalam penyelidikan.
Mengacu pada intensitas pertemuan dan komunikasi lewat telepon antara terdakwa dan Urip yang mencapai 41 kali percakapan dan lima kali pertemuan,JPU melihat adanya kehendak dan kesadaran untuk memberikan uang USD660.000 kepada terdakwa Urip. ”Dari seluruh percakapan itu, tidak ada satu pun percakapan terdakwa yang membicarakan bisnis atau pinjam meminjam terkait pemberian uang USD660.000 kepada terdakwa Urip.
Justru dengan uraian fakta-fakta yuridis tersebut, terungkap rangkaian perbuatan tersangka secara sadar,” bebernya. Terdakwa dinilai tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi. Terdakwa dinilai tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi. Artalyta bahkan melakukan tindakan penyuapan kepada aparat hukum.
“Hal-hal yang memberatkan terdakwa antara lain telah menyuap penyelenggara negara, tidak ada tanda-tanda menyesali perbuatannya, dan justru membuat rekayasa seolah ada transaksi pinjam meminjam, serta memberikan keterangan yang berbelit-belit,” ujar Sarjono.
Seusai persidangan terdakwa Artalyta tidak bersedia berkomentar.Pertanyaan para wartawan yang ditujukan kepada terdakwa hanya dijawab dengan senyuman dan sesekali menundukkan kepala. Kuasa hukum Ayin,OC Kaligis, mengaku siap menyampaikan pembelaan atau pleidoi pada Senin pekan depan. (m purwadi/rahmat sahid/fahmi faisa)
Tuesday, 08 July 2008
JAKARTA(SINDO)
0 comments
Post a Comment